"Perjalanan menuju puncak mungkin terdengar biasa bagi kita yang belum pernah menjajalnya. Tapi, bagi dia yang pernah menjejakkan kaki di puncak-puncak tertinggi, mendaki tidak pernah dianggap “sederhana”. Mendaki adalah caranya merayakan kehidupan, mencerapi, dan menjadikannya perjalanan lebih bermakna"
Sebelumnya baca di sini: (1) Versi Wanita: 15 Kepribadian Pria Pendaki yang Buat Wanita Tergila-gila
9. Naluri dan Insting Adalah Hal yang Tak Pernah Diremehkan oleh Para Pendaki
Seorang pendaki menjadikan naluri sebagai pegangan. Baik secara alami maupun berasal dari pengalaman, dia terbiasa memilih segala sesuatu dengan presisi. Memilih jalan memutar dengan waktu tempuh lebih lama atau nekat memotong jalan dengan menjajal turunan curam, dia punya sekian perhitungan sebelum memutusakan. Yang pasti, dirinya percaya bahwa setiap keputusan bisa jadi meringankan atau justru berakibat fatal.
Sebelumnya baca di sini: (1) Versi Wanita: 15 Kepribadian Pria Pendaki yang Buat Wanita Tergila-gila
9. Naluri dan Insting Adalah Hal yang Tak Pernah Diremehkan oleh Para Pendaki
Seorang pendaki menjadikan naluri sebagai pegangan. Baik secara alami maupun berasal dari pengalaman, dia terbiasa memilih segala sesuatu dengan presisi. Memilih jalan memutar dengan waktu tempuh lebih lama atau nekat memotong jalan dengan menjajal turunan curam, dia punya sekian perhitungan sebelum memutusakan. Yang pasti, dirinya percaya bahwa setiap keputusan bisa jadi meringankan atau justru berakibat fatal.
10. Pendaki Terdidik Jadi Pribadi yang Mudah Bergaul
Tak harus bergabung dalam komunitas atau menyambangi gigs, gunung bisa jadi tempat untuk menjalin pertemanan. Biasanya, para pendaki akan saling menyapa ketika berpapasan di jalur pendakian. Ketika sama-sama berhenti untuk beristirahat, saling bertanya nama dan daerah asal sudah jadi ritual. Bahkan, ketika melihat pendaki lain yang sedang kelelahan, mengucapkan kalimat penyemangat seperti: “Ayo sedikit lagi. Semangat, Kak!” adalah hal yang biasa. Tak ada istilah ‘orang asing’ di gunung karena sesama pendaki adalah teman.
Tak harus bergabung dalam komunitas atau menyambangi gigs, gunung bisa jadi tempat untuk menjalin pertemanan. Biasanya, para pendaki akan saling menyapa ketika berpapasan di jalur pendakian. Ketika sama-sama berhenti untuk beristirahat, saling bertanya nama dan daerah asal sudah jadi ritual. Bahkan, ketika melihat pendaki lain yang sedang kelelahan, mengucapkan kalimat penyemangat seperti: “Ayo sedikit lagi. Semangat, Kak!” adalah hal yang biasa. Tak ada istilah ‘orang asing’ di gunung karena sesama pendaki adalah teman.
11. Keterbatasan Tak Menjadikan Dia Pelit atau Enggan Berbagi
Pendaki punya jiwa korsa yang tinggi. Baik dengan teman satu tim atau pendaki lain, saling tolong-menolong menjadi hal wajib. Berpapasan dengan pendaki lain yang kehabisan air minum tidak menjadikannya acuh. Meskipun persediaan air miliknya juga terbatas, dia tak ragu untuk sejenak berhenti dan berbagi beberapa teguk. Sadar atau tidak, sedikit pemberian darinya bisa jadi menyelamatkan nyawa orang lain.
Pendaki punya jiwa korsa yang tinggi. Baik dengan teman satu tim atau pendaki lain, saling tolong-menolong menjadi hal wajib. Berpapasan dengan pendaki lain yang kehabisan air minum tidak menjadikannya acuh. Meskipun persediaan air miliknya juga terbatas, dia tak ragu untuk sejenak berhenti dan berbagi beberapa teguk. Sadar atau tidak, sedikit pemberian darinya bisa jadi menyelamatkan nyawa orang lain.
12. Mendaki Membuat Mereka Belajar Mengalahkan Diri Sendiri
Pengalaman mendaki bisa jadi berakibat perubahan besar-besaran dalam hidup. Tentang bagaimana para pendaki bisa mengalahkan diri sendiri dan menemukan diri mereka yang baru dan lebih tangguh. Minimnya nafsu makan bukan berarti sah melakukan perjalanan dalam kondisi perut kosong. Udara dingin yang seperti menusuk-nusuk tulang tidak menjadikannya berlama-lama dalam tenda dan enggan melanjutkan perjalanan. Kadang, melawan diri sendiri justru yang menjadikan seseorang berhasil.
Baca Juga: 90 Pendaki Tewas dan Hilang di Semeru Sejak 47 Tahun Terakhir | HiTrek Dotkom
Pengalaman mendaki bisa jadi berakibat perubahan besar-besaran dalam hidup. Tentang bagaimana para pendaki bisa mengalahkan diri sendiri dan menemukan diri mereka yang baru dan lebih tangguh. Minimnya nafsu makan bukan berarti sah melakukan perjalanan dalam kondisi perut kosong. Udara dingin yang seperti menusuk-nusuk tulang tidak menjadikannya berlama-lama dalam tenda dan enggan melanjutkan perjalanan. Kadang, melawan diri sendiri justru yang menjadikan seseorang berhasil.
Baca Juga: 90 Pendaki Tewas dan Hilang di Semeru Sejak 47 Tahun Terakhir | HiTrek Dotkom
13. Pendaki Adalah Pribadi yang Bisa Menghargai Kebaikan-Kebaikan Kecil
Pemandangan yang indah, udara sejuk, dan nyamanya suasana pegunungan jadi bukti bahwa alam sudah demikian berbaik hati pada manusia. Seorang pendaki terbiasa menghargai segala yang ditemui sepanjang pendakian. Tidak meninggalkan sampah di gunung, memeriksa sisa-sisa api unggun, pantang membuat corat-coret atau merusak tanaman. Ketika bisa menghargai segala yang ada disekitarnya, dia pun sudah pasti menghargai dirinya sendiri.
Pemandangan yang indah, udara sejuk, dan nyamanya suasana pegunungan jadi bukti bahwa alam sudah demikian berbaik hati pada manusia. Seorang pendaki terbiasa menghargai segala yang ditemui sepanjang pendakian. Tidak meninggalkan sampah di gunung, memeriksa sisa-sisa api unggun, pantang membuat corat-coret atau merusak tanaman. Ketika bisa menghargai segala yang ada disekitarnya, dia pun sudah pasti menghargai dirinya sendiri.
14. Kakinya Menjejak Puncak-Puncak Tertinggi, Tapi Hal Itu Justru Menjadikan Dia Rendah Hati.
Setiap langkah adalah pertaruangan dengan diri sendiri. Sementara, tiba di puncak berarti merasakan momen haru yang berbalut rasa bangga dan syukur. Namun, sebuah keberhasilan tak begitu saja menjadikan seorang pendaki menjadi sombong. Keindahan luar biasa di atas puncak gunung justru menyadarkan bahwa dirinya begitu “kecil”. Puncak memberikan pelajaran bahwa tidak selayaknya manusia berhak jumawa diantara kebesaran alam yang luar biasa.
Setiap langkah adalah pertaruangan dengan diri sendiri. Sementara, tiba di puncak berarti merasakan momen haru yang berbalut rasa bangga dan syukur. Namun, sebuah keberhasilan tak begitu saja menjadikan seorang pendaki menjadi sombong. Keindahan luar biasa di atas puncak gunung justru menyadarkan bahwa dirinya begitu “kecil”. Puncak memberikan pelajaran bahwa tidak selayaknya manusia berhak jumawa diantara kebesaran alam yang luar biasa.
15. Pendaki Adalah Dia yang Menjadikan Hidupnya Lebih Bermakna
Alam mengajarkan manusia bahwa hidup bukanlah sekadar soal materi. Kasarnya, gunung menjadikan sebotol air minum atau sepotong roti jauh lebih berharga daripada beberapa lembar uang. Pengalaman mendaki juga mengajarkan pentingnya punya visi dan misi yang jelas dalam hidup.
Alam mengajarkan manusia bahwa hidup bukanlah sekadar soal materi. Kasarnya, gunung menjadikan sebotol air minum atau sepotong roti jauh lebih berharga daripada beberapa lembar uang. Pengalaman mendaki juga mengajarkan pentingnya punya visi dan misi yang jelas dalam hidup.
Cita-cita sah-sah saja di letakkan setinggi-tingginya, tapi perjuangan untuk bisa meraihnya adalah hal mutlak. Yang pasti, para pendaki paling tau bahwa hidup tak harus dijalani dengan ambisi yang buta. Kunci sukses adalah tetap santai namun fokus pada target yang diinginkan.
Nah, gimana? Membaca artikel ini mungkin sedikit mengubah penilaian kita pada mereka yang gemar mendaki, ya! Berhari-hari berada di gunung tanpa mandi mungkin membuat pendaki terlihat berantakan atau kumal. Tapi, hal-hal dalam artikel ini menjadikan mereka layak mendapat predikat keren, ‘kan?
HiTrek Dotkom | Salam Lestari
"Nature is Our Friends"
Komentar
Posting Komentar